Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa Soeharto dianggap sebagian besar rakyat sebagai presiden terhebat. Sebenarnya tidak mudah untuk menilai prestasi dan kehebatan seorang presiden yang telah memerintah. Setiap presiden yang ada, jaman dan tantangan yang dihadapi berbeda. Tetapi selain berbagai prestasinya, Soeharto menjadi sangat hebat karena saat itu masyarakat telah terpatri otaknya dengan pecitraan presiden yang tidak mempunyai kecacatan dan selalu benar. Hal itu terjadi karena pengaruh media masa yang memposisikan Soeharto adalah seorang dewa yang tidak pernah salah.
Memang tidak bisa dipungkiri kehebatan Soeharto dalam memimpin hampir 32 tahun. Soeharto, melakukan pembangunan secara rinci dari tahap ke tahap. Tahapan awal dilakukan adalah membangun bidang pertanian setelah itu berbicara industri, dan lain sebagainya. Dibidang pembangunan ekonomi dan pertanian adalah menurunkan tingkat inflasi dari 650% menjadi 12% dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya. Selain itu, dia juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar diseluruh wilayah nusantara, yang sampai saat ini belum ada presiden yang mampu membangun sejumlah irigasi pertanian itu
Soeharto hidup dalam jaman otoriter dan tangan besi. Mungkin saja pola pemerintah tersebut tidak salah pada jamannya. Karena saat itu Indonesia masih dalam kondisi persatuan, kesatuan dan keamananya masih sangat buruk. Begitu juga tingkat pendidikan dan perekonomian rakyat masih belum tinggi. Dengan pemerintahan yang otoritas dan tidak demokratis itu Soeharto bisa membangun bangsa ini dengan lebih cepat dan lebih baik.
Bukan hanya itu, di era kebebasan pers masih terbelenggu Soeharto adalah sosok pimpinan yang tidak pernah salah dan selalu benar. Karena, tidak ada seorang wartawanpun yang berani menulis kelemahan Soeharto. Kalaupun berani langsung di”petrus”kan atau masuk bui dengan tuduhan subversif. jadi saat itu Soeharto adalah seorang dewa yang tanpa cacat sedikitpun.
Situasi dan kondisi saat itu juga saat aman karena media masa dapat dikendalikan dalam mengolah berita. Setiap ada berita suara jarum jatuh yang dapat membuat ketidakstabilan bangsa ini maka langsung diredam. Sehingga saat itu suasana terekam dalam otak masyarakat dalam keadaan aman. Padahal saat itu juga banyak kerusuhan, korupsi, pemberontakan, dan berbagai tindak kriminal lainnya
Berbeda dengan jaman era demokrasi saat ini. Kemajuan pesat teknologi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan eforia berdemokrasi tetapi juga menciptakan eforia informasi yang demikian luar biasa. Setiap orang yang punya media dan punya kesempatan dapat bebas mengeluarkan opini tanpa peduli etika dan semangat membangun bangsa.
Memang tidak bisa dipungkiri kehebatan Soeharto dalam memimpin hampir 32 tahun. Soeharto, melakukan pembangunan secara rinci dari tahap ke tahap. Tahapan awal dilakukan adalah membangun bidang pertanian setelah itu berbicara industri, dan lain sebagainya. Dibidang pembangunan ekonomi dan pertanian adalah menurunkan tingkat inflasi dari 650% menjadi 12% dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya. Selain itu, dia juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar diseluruh wilayah nusantara, yang sampai saat ini belum ada presiden yang mampu membangun sejumlah irigasi pertanian itu
Soeharto hidup dalam jaman otoriter dan tangan besi. Mungkin saja pola pemerintah tersebut tidak salah pada jamannya. Karena saat itu Indonesia masih dalam kondisi persatuan, kesatuan dan keamananya masih sangat buruk. Begitu juga tingkat pendidikan dan perekonomian rakyat masih belum tinggi. Dengan pemerintahan yang otoritas dan tidak demokratis itu Soeharto bisa membangun bangsa ini dengan lebih cepat dan lebih baik.
Bukan hanya itu, di era kebebasan pers masih terbelenggu Soeharto adalah sosok pimpinan yang tidak pernah salah dan selalu benar. Karena, tidak ada seorang wartawanpun yang berani menulis kelemahan Soeharto. Kalaupun berani langsung di”petrus”kan atau masuk bui dengan tuduhan subversif. jadi saat itu Soeharto adalah seorang dewa yang tanpa cacat sedikitpun.
Situasi dan kondisi saat itu juga saat aman karena media masa dapat dikendalikan dalam mengolah berita. Setiap ada berita suara jarum jatuh yang dapat membuat ketidakstabilan bangsa ini maka langsung diredam. Sehingga saat itu suasana terekam dalam otak masyarakat dalam keadaan aman. Padahal saat itu juga banyak kerusuhan, korupsi, pemberontakan, dan berbagai tindak kriminal lainnya
Berbeda dengan jaman era demokrasi saat ini. Kemajuan pesat teknologi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan eforia berdemokrasi tetapi juga menciptakan eforia informasi yang demikian luar biasa. Setiap orang yang punya media dan punya kesempatan dapat bebas mengeluarkan opini tanpa peduli etika dan semangat membangun bangsa.
Berikut adalah kehebatan Presiden Soeharto yang lainnya:
Pertama, bidang ekonomi. Laju inflasi menjelang peristiwa G-30-S/PKI bisa dibilang edan karena berada di kisaran 650 persen. Indeks biaya hidup tahun 1960 sampai tahun 1966, naik 438 kali! Harga beras naik 824 kali! Harga tekstil naik 717 kali! Sementara harga-harga itu mengganas, nilai rupiah sekarat dari Rp 160 saja menjadi Rp 120 ribu.
Melalui program rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi yang cukup progresif dan komprehensif berhasil dilakukan, pertama, pengendalian inflasi melalui kebijakan anggaran berimbang, dan kebijakan moneter ketat. Kedua, pencukupan kebutuhan pangan. Ketiga, pencukupan kebutuhan sandang. Keempat, rehabilitasi berbagai sarana dan prasarana ekonomi. Kelima, peningkatan ekspor dengan mengembalikan share sepenuhnya pada eksportir. Hasilnya, laju inflasi bisa dijinakkan dari kisaran 650 persen (1966) melunak menjadi 100 persen (1967), turun lagi menjadi 50 persen (1968), dan bahkan terkendali di bilangan 13 persen (1969).
Kedua, bidang politik. Presiden Soeharto berjasa menumpas PKI dan mewujudkan stabilitas keamanan dan politik dalam kurun waktu yang panjang. Emil Salim mengakui bahwa di era 60-70an Pak Harto begitu piawai memadukan komponen bangsa, sampai-sampai republik ini bisa selamat dari liang kubur di pertengahan tahun 60-an. Frans Seda menilai bahwa pada awal-awalnya, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto bisa dikatakan sebagai pemerintahan demokratis, terbuka, transparan, dan komunikatif. Selanjutnya Frans Seda berpendapat, ”Memang setelah anak-anaknya (Soeharto) gede, kebijakan ekonomi jadi bias. Setelah merasa memperoleh personalized power, Pak Harto memborong semua sejarah. Seolah-olah, keberhasilan pemerintahan Orde Baru adalah berkat strateginya sendiri.”
Ketiga, bidang sosial. Presiden Soeharto berjasa pula dalam pemberian bantuan sosial. Dia mendirikan puluhan yayasan, mengumpulkan dana dan mengalokasikan kepada kegiatan sosial. Yayasan-yayasan yang didirikan di antaranya, Yayasan Trikora untuk membantu beasiswa bagi anak-anak yatim yang orang tuanya gugur dalam perang merebut Irian Barat, Yayasan Dwikora untuk memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak yatim korban konfrontasi dengan Malaysia, Yayasan Seroja untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak yatim yang orang tuanya gugur dalam perang di Timor Timur, Yayasan Supersemar untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak cerdas yang orang tuanya tidak mampu untuk mengikuti pendidikan S1, S2 dan S3 di berbagai universitas. Selain itu, Presiden Soeharto mendirikan pula Yayasan Harapan Kita yang kemudian mendirikan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila untuk membantu pembangunan masjid, dan banyak lagi yayasan yang didirikan Presiden Soeharto. Berbagai yayasan yang didirikan itu jelas untuk kepentingan sosial, maka sangat tidak masuk akal dan bersifat politis kalau pendirian puluhan yayasan itu dituduhkan untuk memperkaya diri sendiri dan kemudian dijadikan sebagai entry point untuk menjeratnya melakukan perbuatan korupsi.
Ketiga, berjasa menyelamatkan bangsa ini dari pertumpahan darah. Saadillah Mursyid mengungkapkan pada detik-detik terakhir ketika mendampingi Pak Haro sebagai Presiden Republik Indonesia sebelum menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI., Pak Harto mengatakan, ”Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah.” Padahal kalau Pak Harto mau melakukan tindakan tegas dan keras terhadap para demonstran seperti rezim militer di Miyanmar, kekuasaannya bisa terselamatkan karena TNI semuanya tetap loyal dan mendukung kepemimpinan beliau. Begitu pula Golkar sebagai partai pendukung pemerintah dan single majority di parlemen, masih kukuh mendukungnya. Akan tetapi, Pak Harto tidak mau menggunakan kekuasaannya untuk bertahan dengan menumpas para mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Rindu rasanya dengan jaman pemerintahan pak harto dimana harga murah, keadaan aman , ga kayak sekarang,keadaan kacau, dimana2 banyak unjuk rasa, harga mahal dsb, bensin aja udah 5000an, bandingkan dulu bensin cuma 450 rupiah.
Melalui program rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi yang cukup progresif dan komprehensif berhasil dilakukan, pertama, pengendalian inflasi melalui kebijakan anggaran berimbang, dan kebijakan moneter ketat. Kedua, pencukupan kebutuhan pangan. Ketiga, pencukupan kebutuhan sandang. Keempat, rehabilitasi berbagai sarana dan prasarana ekonomi. Kelima, peningkatan ekspor dengan mengembalikan share sepenuhnya pada eksportir. Hasilnya, laju inflasi bisa dijinakkan dari kisaran 650 persen (1966) melunak menjadi 100 persen (1967), turun lagi menjadi 50 persen (1968), dan bahkan terkendali di bilangan 13 persen (1969).
Kedua, bidang politik. Presiden Soeharto berjasa menumpas PKI dan mewujudkan stabilitas keamanan dan politik dalam kurun waktu yang panjang. Emil Salim mengakui bahwa di era 60-70an Pak Harto begitu piawai memadukan komponen bangsa, sampai-sampai republik ini bisa selamat dari liang kubur di pertengahan tahun 60-an. Frans Seda menilai bahwa pada awal-awalnya, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto bisa dikatakan sebagai pemerintahan demokratis, terbuka, transparan, dan komunikatif. Selanjutnya Frans Seda berpendapat, ”Memang setelah anak-anaknya (Soeharto) gede, kebijakan ekonomi jadi bias. Setelah merasa memperoleh personalized power, Pak Harto memborong semua sejarah. Seolah-olah, keberhasilan pemerintahan Orde Baru adalah berkat strateginya sendiri.”
Ketiga, bidang sosial. Presiden Soeharto berjasa pula dalam pemberian bantuan sosial. Dia mendirikan puluhan yayasan, mengumpulkan dana dan mengalokasikan kepada kegiatan sosial. Yayasan-yayasan yang didirikan di antaranya, Yayasan Trikora untuk membantu beasiswa bagi anak-anak yatim yang orang tuanya gugur dalam perang merebut Irian Barat, Yayasan Dwikora untuk memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak yatim korban konfrontasi dengan Malaysia, Yayasan Seroja untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak yatim yang orang tuanya gugur dalam perang di Timor Timur, Yayasan Supersemar untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak cerdas yang orang tuanya tidak mampu untuk mengikuti pendidikan S1, S2 dan S3 di berbagai universitas. Selain itu, Presiden Soeharto mendirikan pula Yayasan Harapan Kita yang kemudian mendirikan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila untuk membantu pembangunan masjid, dan banyak lagi yayasan yang didirikan Presiden Soeharto. Berbagai yayasan yang didirikan itu jelas untuk kepentingan sosial, maka sangat tidak masuk akal dan bersifat politis kalau pendirian puluhan yayasan itu dituduhkan untuk memperkaya diri sendiri dan kemudian dijadikan sebagai entry point untuk menjeratnya melakukan perbuatan korupsi.
Ketiga, berjasa menyelamatkan bangsa ini dari pertumpahan darah. Saadillah Mursyid mengungkapkan pada detik-detik terakhir ketika mendampingi Pak Haro sebagai Presiden Republik Indonesia sebelum menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI., Pak Harto mengatakan, ”Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah.” Padahal kalau Pak Harto mau melakukan tindakan tegas dan keras terhadap para demonstran seperti rezim militer di Miyanmar, kekuasaannya bisa terselamatkan karena TNI semuanya tetap loyal dan mendukung kepemimpinan beliau. Begitu pula Golkar sebagai partai pendukung pemerintah dan single majority di parlemen, masih kukuh mendukungnya. Akan tetapi, Pak Harto tidak mau menggunakan kekuasaannya untuk bertahan dengan menumpas para mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Rindu rasanya dengan jaman pemerintahan pak harto dimana harga murah, keadaan aman , ga kayak sekarang,keadaan kacau, dimana2 banyak unjuk rasa, harga mahal dsb, bensin aja udah 5000an, bandingkan dulu bensin cuma 450 rupiah.
Ini cuma pendapat pribadi saya saja lho, kalau ada perbedaan pendapat harap dimaklumi.karna kita hidup di democrazy.hahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar