1.
Pengertian Jaminan Fidusia
Dalam
hukum Romawi lembaga fidusia ini dikenal dengan nama fiducia cum creditore
contracta (artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditor). Isi janji yang
dibuat oleh debitor dengan kreditornya adalah debitor akan mengalihkan
kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa
debitor tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditor akan
mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah
dibayar lunas. Dalam hal fiducia cum creditore pemberi fidusia tetap menguasai
benda yang menjadi objek fidusia. Dengan tetap menguasai benda tersebut ,
pemberi fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya.
Fidusia ini berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan, yakni
penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan)
bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini
dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, dimana
memberikan kedudukan yang dutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap
kreditor lainnya. Senada dengan pengertian diatas, ketentuan dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan :
Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda.
Dari
perumusan diatas, dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu, yaitu :
a.
pengalihan hak kepemilikan suatu benda
b.
dilakukan atas dasar kepercayaan
c.
kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda
Dengan
demikian , artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan
dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak
kepemilikannya tersebut diserahkan atau dipindahkan kepada penerima fidusia
tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Dalam hal ini yang
diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada kreditor(penerima fidusia)
adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan,
sehingga hak kepemilikan secara yuridis
atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditor (penerima fidusia).
Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan
tersebut tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya, Dengan adanya
penyerahan “hak kepemilikan” atas kebendaan jaminan fidusia ini, tidak berarti
kreditor penerima fidusia akan betul-betul menjadi pemilik kebendaan yang
dijaminkan dengan fidusia tersebut. Dalam kedudukan sebagai kreditor (penerima
fidusia), dia mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia yang dijaminkan
kepadanya “seolah-olah” dia menjadi atau sebagai pemilik dari kebendaan jaminan
fidusia dimaksud, bila debitor(pemberi fidusia) wanprestasi. Dengan kata lain,
selama debitor (pemberi fidusia)belum melunasi utangnya,selama itu pula
kreditor(penerima fidusia) mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia yang
dijaminkan kepadanya. Ini berarti bila utang debitor(pemberi fidusia) lunas,
maka kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya tersebut akan diserahkan
kembali kepadanya oleh kreditor(penerima fidusia).
2. Ciri-ciri Lembaga Jaminan
Fidusia
Seperti
halnya Hak Tanggungan , lembaga jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri :
1.
Memberikan kedudukan yang mendahulu kepada Kreditor penerima fidusia terhadap
kreditor lainnya ( Pasal 27 UU Jaminan Fidusia ). Penerima fidusia memiliki hak yang
didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak
tanggal pendaftaran benda yang menjadibobjek jaminan fidusia pada kantor
pendaftaran fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima
fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang
menjadi objek jaminan fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak
hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.
2.
Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu
berada”(droit de suite) (Pasal 20 UU Jaminan Fidusia). Jaminan Fidusia tetap
mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek
jaminan fidusia. Ketentuan ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah
merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya
dengan hak mutlak atas kebendaan ( in rem ).
fidusia yang dibuat notaris sekurang-kurangnya
memuat :
a.
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.
b.
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
Sejalan
dengan sifat perjanjian penjaminan yang merupakan perjanjian accessoir, sudah seharusnya bila dalam Akta
Jaminan Fidusia disebutkan pula dasar hubungan hukum yang melandasi pembebanan
benda dengan jaminan fidusia tersebut. Menurut Penjelasan atas Pasal 6 sub b
UndangUndang Fidusia dikatakan, bahwa uraian mengenai “data”perjanjian pokok
yang dijamin
Hak
Pemberi Fidusia :
1.
Menguasai benda fidusia dan dapat mengalihkan benda persediaan.
2.
Menerima sisa hasil penjualan benda fidusia.
3.
Menerima kembali hak milik atas benda fidusia , jika telah melunasi utangnya.
Kewajiban
Pemberi Fidusia :
1.
Menjaga dan merawat benda fidusia agar tidak turun nilainya.
2.
Melaporkan keadaan benda fidusia kepada penerima fidusia.
3.
Melunasi utangnya
Hak
Penerima Fidusia :
1.
Mengawasi dan mengontrol benda fidusia.
2.
Menjual benda fidusia jika debitor wanprestasi.
3.
Mengambil piutangnya dari hasil penjualan benda fidusia.
4.
Memindahkan benda fidusia , jika benda fidusia tidak dirawat pemberi fidusia.
Kewajiban
Penerima Fidusia :
1.
Melaksanakan pendafaran Akta jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran fidusia.
2.
Memberikan kekuasaan kepada pemberi fidusia atas benda fidusia secara pinjam
pakai.
3.
Menyerahkan kelebihannya kepada pemberi fidusia.
4.
Menyerahkan kembali hak milik atas benda fidusia kepada pemberi fidusia, jika
piutangnya telah dilunasi oleh debitor.
Obyek Jaminan Fidusia
Pasal
2 Undang-Undang Fidusia telah ditentukan
batas ruang lingkup untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, dan
dipertegas dengan rumusan dalam Pasal 3 yang menyatakan dengan tegas bahwa
Undang-Undang Fidusia tidak berlaku terhadap :
a.
Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan
perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut
wajib didaftar.
b.
Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20(dua puluh) m3
atau lebih.
c.
Hipotek atas pesawat terbang dan,
d.
Gadai.
Berdasarkan
Undang-Undang Fidusia , maka yang
menjadi obyek dari fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan
dialihkan kepemilikannya baik berupa benda berwujud maupun tidak berwujud,
terdaftar atau tidak terdaftar, bergerak
atau tidak bergerak, dengan syarat benda tersebut tidak dapat dibebani
hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan. Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi
objek jaminan fidusia tersebut maka yang dimaksud dengan benda adalah termasuk
juga piutang ( receivables ). Khusus mengenai hasil dari benda yang
menjadi objek jaminan fidusia, undang-undang mengatur bahwa jaminan fidusia
meliputi hasil tersebut dan juga klaim asuransi kecuali diperjanjikan
lain. Dalam praktek hanya piutang yang
berupa piutang atas nama yang sering menjadi obyek fidusia, penyerahan mengenai
hal tersebut dinamakan cessi dan dilakukan menurut syarat tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
cessi sebagai jaminan adalah
fidusia atas piutang atas nama
Pendaftaran jaminan fidusia
Tujuan
pendaftaran fidusia adalah melahirkan jaminan fidusia bagi penerima fidusia,
memberi kepastian kepada kreditor lain mengenai benda yang telah dibebani
jaminan fidusia dan memberikan hak yang didahulukan terhadap kreditor dan untuk
memenuhi asas publisitas karena kantor pendaftaran terbuka untuk umum. Karena
Jaminan Fidusia memberikan hak kepada Penerima Fidusia untuk tetap menguasai
Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka
diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta
Jaminan Fidusia dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan
pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut. Berdasarkan hal tersebut
, dan untuk melaksanakan Pasal 5 ayat ( 2) dan Pasal 13 ayat ( 4 )
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia , perlu diatur tata
cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Proses pendaftaran jaminan Fidusia dimulai dengan pembuatan Akta Jaminan
Fidusia oleh Notaris yang kemudian dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia.
Kantor Pendaftaran Fidusia adalah kantor yang menerima permohonan pendaftaran
Jaminan Fidusia , menerbitkan, dan menyerahkan sertifikat Jaminan Fidusia. Pembuatan
Akta Jaminan Fidusia oleh notaris dikenakan biaya.
Pasal
29 Undang-Undang Fidusia menyatakan bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia
cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara :
a.
Pelaksanaan titel eksekutorial
Melalui
pelelangan umum atas dasar pelaksanaan titel eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Bank ( penerima fidusia )
dapat langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum ( lewat pejabat
lelang swasta ) atas objek jaminan fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia
mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, namun Sertifikat Jaminan Fidusia bukan merupakan atau
pengganti dari putusan pengadilan, yang jelas, walaupun bukan putusan pengadilan,
karena Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang “sama”
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka pelaksanaan
eksekusi objek Jaminan Fidusia berdasarkan
grosse Sertifikat Jaminan Fidusia atau dengan titel eksekutorial
b.
Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan.
c.
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia, jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan para pihak.Prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara
ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun demikian dalam
hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan
harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi fidusia ataupun penerima fidusia,
maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati
oleh pemberi fidusia dan penerima fidusia dan syarat jangka waktu pelaksanaan
penjualan tersebut dipenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar